Rabu, 20 Juli 2011

SIMNAS ( SISTEM INFORMASI NASIONAL )



Kini saya mau menjelaskan dan sharing sama saudara sekalian tentang Sistem Informasi Nasional (baca : simnas). Sadar atau tidak, informasi merupakan sesuatu yang sangat penting pada masa sekarang dan mendatang. Indonesia nyaris berada di urutan paling buncit dalam hal kesiapan teknologi informasi (TI) menurut laporan The 2006 E-Readiness Rankings dari Economics Intelligence Unit (EIU) dan IBM Institute for Business Value. Dari 68 negara, Indonesia berada di posisi ke-62. Kendati skor Indonesia naik 0,32 poin dibandingkan tahun lalu, posisi Indonesia justru merosot dua peringkat. 

Globalisasi informasi ini pun memaksa Indonesia untuk memperhitungkan sistem informasi pendidikan dan pembangunannya agar tetap kompetitif dalam era globalisasi ini. Untuk itu, alternatif strategi yang memungkinkan Indonesia secara swadaya dan swadana masyarakat membangun sistem informasi nasional-nya perlu dipikirkan sejak dini.  

Sistem informasi tertulis yang interaktif (dua arah) umumnya lebih strategis untuk pembangunan masyarakat karena memungkinkan pembentukan sistem umpan balik yang memungkinkan seluruh sistem negara yang stabil dan merata. Untuk menjangkau pelosok tanah air, perlu dipertimbangkan media, teknologi & metoda komunikasi sehingga dapat dibangun secara swadaya & swadana dengan teknologi Indonesia. Hal ini perlu untuk menekan 70-80% ketergantungan peralatan komunikasi import saat ini. Di samping itu, sistem informasi pelosok harus dapat diintegrasikan dengan tulang punggung informasi nasional (national information highway). Pesatnya teknologi informasi berbasis komputer, cepat atau lambat sistem yang dikembangkan harus menggunakan komputer yang terintegrasi dalam jaringan komputer.

Peringkat e-readiness Asia Tenggara 2006
Peringkat Negara Skor (maks.10) Peringkat global
1. Singapura 8,24 13
2. Malaysia 5,60 37
3. Thailand 4,63 47
4. Filipina 4,04 56
5. Indonesia 3,39 62
6. Vietnam 3,12 66
Sumber: Economic Intelligence Unit E-readiness Rankings, April 2006.

Ironis sekali bukan ? negara sebesar Indonesia ini harus tertinggal seperti itu, untuk itu kita sebagai generasi muda (apa banget sih) haruslah perduli akan pembangunan Simnas ini.  Kenyataan ini sungguh bertolak belakang bila melihat Indonesia sebagai pasar. Selama sepuluh tahun terakhir, kinerja pasar TI hampir selalu melampaui harapan para analis. Memang krisis moneter sempat memukul pasar TI nasional, namun pasar cepat pulih sebelum 2000.

Sangat ironis sekali apabila belanja TI sektor swasta dan pemerintah setiap tahunnya sangat besar tapi pemanfaatannya nihil. Indonesia belum bisa memanfaatkan TI sebagai sarana menciptakan keunggulan. Jangankan memanfaatkan TI, sebagian besar wilayah belum terjangkau infrastruktur dasar telepon, apalagi Internet. Padahal Indonesia bukanlah negara yang tak mampu membeli teknologi. Negara ini punya satelit, Internet broadband, teknologi seluler generasi ketiga (3G) dan kini WiMax serta TV Internet. Memang wilayah Indonesia yang sangat luas adalah kendala utama dalam menyediakan infrastruktur. Minimnya infrastruktur seringkali dijadikan kambing hitam ketidaksiapan TI di Indonesia. Padahal berdasarkan kriteria kesiapan TI dari EIU, ketersediaan infrastruktur bukanlah prasyarat utama.

Satu hal yang patut dicermati dari negara yang sukses dalam hal kesiapan TI adalah adanya kepemimpinan, atau disebut juga e-leadership. Namun, kepemimpinan ini tidak cukup tanpa dukungan lembaga TI tingkat nasional sebagai eksekutor.

Disini lah letak kelemahan Indonesia. Negara ini tidak memiliki lembaga yang mampu memposisikan TI tidak hanya sebagai pasar tetapi juga sebagai industri dan ‘enabler.’ Penggabungan Ditjen Pos dan Telekomunikasi (Postel) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hanya menghasilkan regulator yang sedikit lebih baik dalam merumuskan kebijakan.


Beberapa waktu lalu pemerintah berencana membentuk Gugus Tugas Tingkat Tinggi Telematika Indonesia (GT4I) sebagai pengganti Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI). Apapun nama lembaga itu, seluruh pengurusnya haruslah terdiri dari para profesional, bukan birokrat yang nyambi. Indonesia membutuhkan CIO (chief information officer) nasional yang mampu mempercepat tingkat kesiapan TI.


Melihat belanja TI nasional yang begitu besar, sebenarnya Indonesia dana bukanlah kendala. Indonesia juga memiliki banyak rencana untuk TI. Laporan EIU juga secara gamblang memaparkan solusi untuk mempercepat tingkat kesiapan TI.
Kini tinggal masalah membentuk organisasi tingkat nasional yang profesional. Hal ini tergantung dari kemauan pemerintah sendiri, terutama kerelaan para pejabatnya meletakkan kepentingan masing-masing demi kepentingan nasional.

Sebenarnya kesadaran akan perwujudan simnas ini tergantung bagaimana pemerintah kita mengelolanya, pertanyaannya adalah  :

"maukah pemerintah melakukannya tanpa mengedepankan kepentingan individu melainkan kepentingan bangsa Indonesia sendiri ?? "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar